Sejarah Sekolah

SEJARAH SMA ADHI LUHUR

Lahirnya SMA Adhi Luhur tidak terlepas dari peran umat gereja Kristus Sahabat Kita (KSK) Nabire yang berupaya memberikan wadah bagi berkembangnya pendidikan yang bermutu di Tanah Papua.

Kota Nabire adalah gerbang utama antara daerah pedalaman dengan kota-kota lain. Situasi ini mendorong anak usia sekolah yang tinggal di pedalaman turun ke Nabire untuk melanjutkan pendidikannya. Namun, situasi kota berbeda dengan situasi yang mereka alami di pedalaman. Banyak anak pedalaman yang sulit beradaptasi: mereka jatuh sakit dan meninggal atau kembali ke kampung, dikeluarkan dari sekolah, terjebak dalam kebiasaan tidak sehat (mabuk), melakukan kriminalitas, dll.

Melihat situasi itu, beberapa umat KSK mulai memikirkan jalan keluar bagi anak-anak ini. Sekitar tahun 1976, Pak Yulius Permadi dan Pater Beth memiliki rencana untuk menampung dan mendidik anak pedalaman yang tidak bersekolah melalui kursus dalam bidang pertanian, peternakan dan pertukangan.

Upaya untuk mengadakan lahan yang memadai untuk rencana ini terganjal berbagai masalah, sampai akhirnya anggota Dinas Agraria, Pak Manopo, menghibahkan 6ha tanahnya untuk pengembangan pendidikan ketrampilan tersebut. Tanah itu berlokasi di SMP St. Antonius dan SMA Adhi Luhur saat ini (kedua lokasi belum dipisahkan oleh Jl. Ahmad Yani).

Pada 1980, Pater Beth mendapatkan bantuan dana dari Eropa, namun oleh penyandang dana diusulkan supaya bantuan digunakan untuk mendirikan sekolah formal. Maka, mulailah pembicaraan pendirian SMP formal. Rencana ini terlaksana dengan didirikannya SMP St. Antonius pada 1980-1981.

Dalam perjalanan selanjutnya, diupayakan pula pembangunan asrama. Tujuannya adalah untuk menampung anak-anak dari pedalaman sehingga mereka memiliki tempat tinggal, dapat bertahan dan melanjutkan pendidikan mereka di Nabire. Pada 1982, Asrama Taruna Karsa beroprasi.

Setelah pendidikan sampai tingkat SMP tersedia, umat KSK mulai terketuk lagi hatinya untuk memperhatikan pendidikan lanjutan. Saat itu ada cukup banyak SMA di Nabire, namun yang sungguh memperhatikan aspek pengembangan diri manusia secara utuh dan bercorak Katolik belum ada. Terjadilan pembicaraan tentang rencana ini di antara beberapa tokoh, diantaranya Bapak Elias, Yulius Permadi, FX. Sungkono, Andi Bunapa, Ton D, G.S. Silitonga Putra, Pastor Paroki KSK, pejabat pemerintah dan beberapa umat lainnya. Setelah melalui beberapa upaya, akhirnya pada 1987 SMA mendapat izin resmi dari pemerintah untuk beroperasi. Dipilihlah nama Adhi Luhur bagi SMA yang baru berdiri ini.

Nama Adhi Luhur dipilih karena sebuah harapan akan keutamaan. Adhi Luhur merupakan gabungan dari dua kata Jawa: Adhi berarti Besar; Luhur berarti Mulia. Penggabungan dua kata ini berarti Utama yang dalam pemahaman orang Jawa menggambarkan sifat orang yang memiliki budi pekerti yang menonjol, hati yang murni, dan sikap hidup yang dapat dijadikan teladan.

Pendidikan SMA Adhi Luhur dimulai dari keterbatasan, salah satunya adalah belum adanya gedung SMA. Kegiatan belajar mengajar SMA Adhi Luhur dilaksanakan dengan menumpang di gedung SMP St. Antonius pada sore hari. Guru-guru pengajarnya pun terbatas: umumnya para tokoh gereja dan guru honor dari sekolah lain. Namun, akhirnya pada tahun ajaran 1990/1991 gedung SMA Adhi Luhur pun selesai dibangun dan resmi digunakan.

Sejak berdirinya SMA Adhi Luhur dikelola oleh umat KSK, sampai pada 2000, SMA YPPK Adhi Luhur diserahkan ke Serikat Yesus (SJ).

Kehadiran Serikat Yesus di tanah Papua sudah dimulai sejak tahun 1985. Karena dipandang bahwa karya yang sudah berjalan di Papua butuh arah bersama, maka  pada 25-30 Oktober 1999 diadakan lokakarya untuk merumuskan visi dan misi SJ di Papua sekaligus mendiskresikan pilihan karya. Salah satu buah dari lokakarya tersebut adalah pilihan untuk memasuki karya pendidikan formal bagi anak Papua. Maka, mulailah SJ memasuki pendidikan formal dan pendampingan asrama. Daripada mendirikan sekolah baru, Serikat Yesus menjatuhkan pilihan untuk mengelola SMA Adhi Luhur. Beberapa alasan yang melatarbelakangi pilihan ini, yaitu karena tempat yang strategis, situasi lingkungan yang kondusif untuk belajar, dan kota Nabire yang memiliki keragaman suku dan budaya. SMA Adhi Luhur juga dipandang sudah memiliki visi yang sama dengan model pendidikan Kolese Yesuit.

Pada tahun 2000, Keuskupan Jayapura memberikan kepercayaan dan izin kepada Serikat Yesus untuk mengelola SMA YPPK Adhi Luhur. Menyusul setelahnya disematkan pula nama Kolese Le Cocq d’Armandville yang meliputi SMA YPPK Adhi Luhur, asrama putra Taruna Karsa dan asrama putri St. Theresia.

Nama Le Cocq d’Armandville dipilih sebagai nama kolese karena nama ini cukup dikenal oleh sebagian masyarakat Papua. Dia adalah salah satu tokoh Serikat Yesus yang sempat berkarya di sebagian wilayah Papua dan wafat dalam misinya di sana. Semangat dan daya juang dari Pater Le Cocq inilah yang diharapkan tumbuh di Kolese Le Cocq d’Armandville.