CARA BERTINDAK BERSAMA DI KOLESE LE COCQ D’ARMANDVILLE

3 PRINSIP 1 TUNTUTAN

Prinsip 1: Satu bicara yang lain mendengarkan

Pendidikan kolese menjunjung tinggi kebebasan berpendapat namun perlu dilaksanakan dengan cara-cara yang tepat. Kemampuan yang perlu dimiliki bukan hanya kemampuan berbicara atau menyampaikan gagasan, melainkan juga kemampuan untuk mendengarkan orang lain yang berbicara dan memperhatikan pendapat orang lain. Adanya prinsip ini pun memungkinkan komunikasi berjalan dengan baik, karena pembicaraan berjalan teratur dan terarah demi sebuah tujuan bersama yaitu bahwa semua pihak yang berkomunikasi dapat saling memahami dan bersepakat.

Prinsip 3: Kejujuran dan keterbukaan selalu diutamakan

Kejujuran dan keterbukaan adalah kualitas manusiawi yang semakin sulit untuk ditemui saat ini. Demi keuntungan pribadi yang sifatnya sementara, seringkali orang tergoda untuk menggadaikan kebaikan dan kebenaran dengan sikap tidak jujur dan tidak transparan. Ketidakjujuran dapat merusak kepercayaan orang lain terhadap kita, tetapi lebih daripada itu kejujuran dapat menghancurkan diri sendiri karena orang tidak lagi percaya pada kemampuan dirinya sendiri dan lebih percaya pada hasil karya orang lain yang dianggap lebih baik. Bagi pendidikan di kolese, khususnya SMA Adhi Luhur, Kolese Le Cocq d’Armandville kejujuran menjadi nilai yang tidak bisa lagi ditawar dengan apapun, khususnya kejujuran dalam proses pendidikan. Prilaku ketidakjujuran akademis (academic dishonest) secara praktis dalam konteks pendidikan antara lain:

  1. Plagiarisme (plagiarism): sebuah tindakan mengadopsi atau mereproduksi ide, atau kata-kata dan pernyataan orang lain tanpa menyebutkan narasumbernya.
  2. Plagiarisme karya sendiri (selfplagiarism): menyerahkan atau mengumpulkan tugas yang sama lebih dari satu kali untuk mata pelajaran yang berbeda tanpa izini atau tanpa memberitahu guru yang bersangkutan.
  3. Manipulasi (fabrication): pemalsuan data, informasi atau kutipan-kutipan dalam tugas-tugas akademis apapun
  4. Pengelabuhan (deceiving): memberi informasi yang keliru, menipu terhadap guru berkaitan dengan tugas-tugas akademis, misalnya memberikan alasan palsu tentang mengapa ia tidak menyerahkan tugas tepat pada waktunya, atau mengaku telah menyerahkan tugas padahal sama sekali belum menyerahkannya.
  5. Menyontek (cheating): berbagai macam cara untuk memperoleh atau menerima bantuan dalam latihan akademis tanpa sepengetahuan guru.
  6. Sabotase (sabotage): tindakan untuk mencegah dan menghalang-halangi orang lain sehingga mereka tidak dapat menyelesaikan tugas akademis yang mesti mereka kerjakan. Tindakan ini termasuk di dalamnya, menyobek/menggunting lembaran halaman dalam buku-buku di perpustakaan, ensiklopedi, dll., atau secara sengaja merusak hasil karya orang lain.[1]
Tentu saja prinsip keterbukaan dan kejujuran ini tidak terbatas pada bidang akademik saja. Prinsip ini juga dibutuhkan dalam berbagai macam bidang kehidupan. Mengakui kesalahan yang telah dibuat juga merupakan perwujudan sikap jujur dan terbuka yang mendewasakan seseorang. Karena orang yang mengakui dan mau belajar dari kesalahan adalah orang yang siap bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang lebih baik.


[1] Dikutip dari Buku Siswa SMA Kolese Gonzaga, 2020, hlm. 28-29.

Prinsip 2: Tidak membiarkan ketidakberesan terjadi

Sikap individu yang paling menghancurkan dalam hidup bersama seringkali bukanlah sikap suka membuat kekacauan atau kerusakan (destruktif), melainkan sikap tidak peduli (ignorance) terhadap apa yang terjadi di sekitarnya, terutama terhadap persoalan yang membuat hidup bersama tidak nyaman. Orang tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam hidup bersama, orang juga tahu penyebabnya, namun orang enggan untuk ikut terlibat dan bertanggung jawab. Akhirnya, orang menganggap ketidakberesan sebagai sesuatu yang wajar dan tidak perlu dibereskan. Maka, pendidikan kolese yang menekankan pendidikan kesadaran dan hati nurani tidak boleh membiarkan sikap tidak peduli ini menjangkit di dalam kehidupan bersama di sekolah. Contoh sederhana, misalnya ketika melihat sampah berserakan di kelas. Tidak perlu saling tunggu siapa yang bertugas membersihkan (piket). Saya yang melihat ketidakberesan itu harus segera membereskannya karena saya peduli dan bertanggungjawab pula pada lingkungan tempat saya berada.

Tututan: Disiplin

Prinsip-prinsip hidup bersama yang sudah dijabarkan di atas tidak akan pernah sungguh akan terlaksana jika seseorang tidak mau mendisiplinkan dirinya. Kedisiplinan tidak pernah merupakan sesuatu yang datang dari luar, melainkan dorongan kehendak yang datang dari dalam, yang muncul dari sebuah kesadaran bahwa untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan, diri harus dikendalikan dan diarahkan. Salah satu musuh dari kedisiplinan adalah kemalasan. Kemalasan memang membuat kita mendapatkan kenikmatan secara instan, tapi kenikmatan itu hanya akan bertahan sebentar saja. Yang akan terjadi selanjutnya adalah sebuah penyesalan, karena hilangnya kesempatan dan datangnya penderitaan karena tidak siap menghadapi tantangan dan kesulitan di depan. Pendidikan adalah salah satu upaya mendisiplinkan diri, sebuah persiapan untuk menyongsong masa depan yang gemilang. Mendisiplinkan diri tidak pernah mudah, tetapi seperti perhiasan emas murni yang didapat melaui proses dibakar dan ditempa, maka demikian juga untuk menghasilkan pribadi yang berkualitas, membutuhkan kemauan untuk menempa diri dalam kedisiplinan.

Kolese Le Cocq d'Armandville mengembangkan formasi pendidikan sekolah berpola asrama fokus pada pendidikan karakter

Scroll to Top